Selasa, 10 April 2012

coretan tidak jelas arah

Kali ini aku menulis hanya bermodalkan keinginan ku yang mengebu-gebu untuk menggambarkan perasaan yang sebenarnya tidak jelas apakah ini bahagia yang terlalu atau apalah itu namanya. Tidak pandai aku merangkaikannya lagi karna aku bukanlah remaja tanggung yang akan menuliskan sajak –sajak hanya untuk menggambarkan apa yang ia rasakan.

Mungkin hari ini adalah hari yang penuh kejutan. Hari dimana aku tidak mengerti sama sekali kenapa di saat aku mati-matian menghapal semua ramuan sukses ujian, justru soal yang keluar bisa di jawab jika tidak belajar (bukan aku yang mengatakannya tetapi kawanku, walaupun aku sedikit mengakuinya, ingat SEDIKIT). Begitu juga sebaliknya ketika aku tidak belajar sama sekali bahkan aku sibuk menghabiskan satu novel dari penulis favoritku justru soal yang keluar sungguh luar binasa, hingga ‘ilham’ pun tidak kunjung turun di detik terakhir ujian. Ya..benar, hari ini aku melalui 2 ujian yang sungguh menguras otak dan membuat tangan keram menjawabnya.

Tidak hanya berhenti disitu teman, selesai mengurus soal-soal ujian itu, aku pun memutuskan untuk mengisi perut yang sudah kosong sejak semalam (semoga ibunda tidak membacanya) dan bergabung dengan teman. Kami pun membahas bahan presentasi midterm besok dan hanya butuh satu minggu untuk menyelesaikan. Tentu hal ini bukan karena kami sangat rajin , tetapi karna memang segitulah batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikannya. Cukup menguras otak mendiskusikan bahan “yang mulia” tersebut hingga akhirnya kami putuskan bertanya dengan seorang dosen. Bagaimana tidak, kami sudah berkali-kali mengantukkan kepala ke dinding, mengelengkannya, memukul meja namun kesepakatan tidak pernah bulat (tentu kalian tidak percaya kalimat ini, bukan? hahaha).

Dan saudara-saudara sekalian, tidak disitu saja kejadian hari ini berakhir, masih ada satu kejadian lagi yang membuat hari ini sempurna mengubah ‘mood terbaikku’. Itulah evaluasi laporan yang tiba-tiba saja dilakukan tanpa persetujuan kami. Bagi mereka yang kuliah satu mungkin hal ini biasa, tapi bagi ku dan teman senasibku yang kuliah dua, ini bagaikan sumbu kompor yang di sulut apinya. Kami pun berusaha memperjuangkan nasib kami walaupun tidak sampai mencetak spanduk dan mengajak massa untuk mengamuk bersama. Alhasil, nihil saudara-saudara. Asisten tetap KEKEUH kami harus mengikuti evaluasi “yang mulia itu”. Aku pun hanya bisa menggurutu dalam hati, memasang muka ‘manis’ (tak rela menyebutnya masam).

Selesai dengan semua itu, aku pun pulang dan tiba dengan selamat di kamar yang tak seberapa ini. Hanya menatap layar 4 segi dan sedikit melepas lelah dengan membaca berita tidak penting yang membuatku lupa hal terpenting hari ini. KIRIMAN DARI KAMPUNGKU!

Aku pun langsung menghubungi teman sebelah kamarku, karna kebetulan kiriman itu dititip padanya. Dan ternyata aku harus menunggu satu jam lagi, teman ku sedang berada di luar daerah tempat tinggal kosku (sedikit mendramatisir). Tak lama kemudian, pintu kamar di ketok dan barang yang ditunggu datang. Tak lupa mengucapkan terima kasih dan aku pun membukanya. Ternyata, memang benar lagu yang sering ku nyanyikan ketika aku kecil ‘kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa…’ padahal hanya satu hal yang aku pesan, tapi sekardus yang aku terima. Ketika sedang mengeluarkan barang dan merapikan kardus, tampak tulisan yang aku kenali, yaa siapa lagi kalau bukan adikku, tertulis disana ‘oleh-oleh untuk kak nyanyak’. Dan entah sejak kapan barang yang di buat di rumah bisa menjadi oleh-oleh seolah-olah itu buah tangan dari tamasya. Hanya segaris senyuman selebar 2 cm kiri dan kanan yang muncul di wajah dan ini cukup menghapus semua kekesalan dan ketidakpahamanku tentang kejadian hari ini.

Kalian tahu teman, apa yang paling di rindukan oleh anak-anak rantauan seperti kami ini,
“Kiriman dari orang tua tentu bukan dalam hal financial, tetapi lebih kepada materi yang tidak sengaja kami minta karena menahan kerinduan untuk pulang ke rumah. Dari itu semua, tentu ada yang lebih penting lagi, yaitu kunjungan orang tua. Sekalipun ketika mereka pamit untuk pulang, ada keinginan dalam hati untuk minta ikut pulang bersama.”


Setidaknya hari ini ada yang membuatku paham mengenai makna dari kerinduan dan harapan itu sendiri. Yang pasti tidak sesederhana seperti kirim-mengirim barang dan kunjungan orang tua. Tetapi lebih dari itu. Hanya saja inilah kerinduan dan harapan yang aku definisikan dari sudut pandang yang berbeda dan dari permasalahan yang sangat sederhana menurutku.

Aaaahhh..mungkin ini pun masih ada kekurangannya, bukan karena perasaanku yang salah tetapi mungkin karena ilmu penyampaian dan pemahamanku yang masih sempit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar