Kamis, 19 April 2012

setumpuk coretan

Di ceramahi seakan yang menceramahi adalah yang paliing benar merupakan hal paling dan sangat tidak aku suka. Sialnya hari ini aku harus berhadapan dengan kejadian itu. Ya, lagi-lagi aku harus berhadapan dengan bagian akademik hanya untuk mengurus KHS yang udah berbulan-bulan gak diambil. Sengaja aku terlantarkan sehelai kertas yang katanya sangat berharga bagi mahasiswa karena ada beberapa kesalahan penulisan.

Kejadian ini diawali ketika aku masih senang mendendangkan lagu dengan suara “merdu” karena untuk kesekian kalinya kami libur kuliah. Entah setan apa yang datang tiba-tiba mengingatkan aku pada sehelai kertas yang udah aku meseumkan di akademik. Secepat kura-kura berjalan aku menuju akademik dan kabar yang kuterima ternyata kertas itu masih belum diperbaiki saudara-saudara. Masih dengan kesabaran aku menerima takdirku hari ini. Kemudian hal yang paling menyebalkan pun terjadi, sang tetua pun memulai ritual ceramah dengan bertanya, “ini yang masih kosong memang belum diambilkan mata kuliahny?” dan aku pun dengan santainya menjawab “ ya belom lah bu, kan kuliah dua jadi banyak yang tercecer”. Dan tetua berikutnya mulai merasa paling bijak mengatakan dengan sangat jelas dan panjang lebar “oh, tidak bisa begitu. Kamu seharusnya ambil dulu mata kuliah itu, bukan mata kuliah semester ini yang kamu ambil..bla..bla…bla….”. Masih dengan senyuman aku berusaha tidak memunculkan kedua tanduk “kan banyak yang bentrok, paduka ratu (yang percaya aku bilang gitu, bertambah rukun imannya)”. Tetua itu pun menjawab dengan sewot “ ya, kamu harus pande ngatur waktu dong!”. (Ahahahahha..lucu sekali anda, paduka ratu). Dengan hati panas dan tanduk yang hampir keluar pun aku mengundurkan diri dan berpamitan dengan tetua. Tentunya aku pun berterima kasih atas nasehat yang seharusnya diberikan kepada mereka mahasiswa smester satu yang kuliah dua.

Ya, mereka gak akan pernah tau seberapa susahnya mahasiswa kuliah dua itu mengatur waktu. Belum lagi ketika si dosen memindahkan jadwal seenak jidadnya, belum lagi ketika si dosen minta ganti jadwal atau minta ditambahin pertemuan. Mendengarkan kata harus mengganti pertemuan saja udah membuat hormone adrenalin meningkat, berharap cemas hari yang diganti gak akan bentrok dengan jadwal kuliah lainnya. Atau pun berharap ketika itu bentrok, si dosen dengan hati yang lapang memberikan ijin untuk tidak masuk. Lagi-lagi, mereka itu gak akan pernah tau gimana bercabangnya pikiran orang yang kuliah dua. Mereka gak akan pernah tau ketika mengambil keputusan untuk kuliah dua, maka pikiran mahasiswa itu mulai terbentuk seperti labirin-labirin. Salah jalan bisa berakhir dengan kata “buntu”!

Aah..selalu saja Tuhan mengetahui isi hati, keadaan hati hambaNya dan selalu menghiburnya. Ternyata teman aku yang saat itu pun ditakdirkan untuk memiliki perasaan yang sedang berada pada tahap galau. Kami pun memutuskan untuk pergi ke tempat permainan yang tujuan awalnya untuk melakukan pengamatan. Untuk kesekian kalinya niat hanya tinggal niat, kami pun berkaroke bersama dan sebagian dari mereka menyanyi lagu-lagu yang mengiris hati. Lain dengan yang lain, aku dengan temanku memutuskan menyanyi lagu dengan tempo yang sedikit lebih cepat.

Setelah menghabiskan waktu berjam-jam di tempat yang ternyata banyak menguras isi dompet, kami pun memutuskan untuk kembali ke kampus tercinta. Dan tentunya bukan kampus yang tadi pagi. Melainkan kampus yang satunya lagi. Di kampus ini pun, kembali terjadi kejadian yang sedikit membuat hati berkerut bagaikan jeruk purut. Bagaimana tidak, ada seorang temanku yang sedang berusaha membujuk temanku yang lain untuk mengurus satu urusan. Ketika aku bertanya temanku yang sedang berusaha itu pun hanya mengatakan gak ada apa-apa. Apanya yang tidak ada apa-apa, jelas-jelas ia sedang berusaha untuk membujuk temanku yang lain dan dengan suara yang setengah berbisik ia membicarakan beberapa hal yang tidak aku mengerti dan tidak terdengar jelas (bukan karena aku budeg).

Sangat tidak menyenangkan ketika ada orang yang membahas sesuatu hal di dekat kita dan tidak membiarkan kita tahu isi pembicaraannya. Jika memang aku terlalu tidak pantas mendengarnya, maka lakukanlah di tempat lain. Aah, lagi-lagi mungkin dia yang mulia itu lebih paham tentang aturan berbisik di depan orang lain. Yaa..apalah artinya aku, hanya seorang wanita biasa..

Lagi,lagi hanya bisa berkata SEMUA ADA HIKMAHNYA…

Jumat, 13 April 2012

coretan tidak jelas arah II : "semua ada hikmahnya"

Mencoba menulis lagi malam dengan tema yang berbeda dan dengan pemahaman yang berbeda pula. Bagaimana cara memulainya pun masih belum jelas, mencoba merangkaikan kata yang tepat selama beberapa jam yang lalu tetap saja tidak bisa. Berusaha sedikit puitis atau bersajak laksana pujangga pun masih tetap membuat tangan ini menekan tombol ctrl dan a kemudian delete. Masih dalam kebingungan untuk memulai bagaimana, aku pun memaksa untuk tetap menulis dan memaksa pula kesepuluh jari ini untuk tidak menekan tombol keramat itu. Satu paragraph pun selesai. (fiiiuuuuh -_-“)

Sebenarnya yang ingin aku bahas hanyalah sepotong kalimat ,” semua ada hikmahnya”. Singkat namun sangat berpengaruh menurut aku. Bahkan beberapa teman yang akhir-akhir ini mendengarkan kalimat itu pun masih belum memahami maksud dari aku mengatakannya, ntahlah mungkin ilmu yang ku punya masih terlalu dini sehingga tidak mampu menjelaskan dengan baik maksud kata ini. Aku pun tidak begitu bernyali untuk menjelaskannya. Bahkan salah satunya berpendapat bahwa aku sedang dalam aura positif yang berlebihan karena aku yang biasanya bisa langsung agresif dengan orang yang tidak sepaham mendadak hanya memilih marah dalam diam dan mengatakan “semua ada hikmahnya”

Terlihat singkat namun memiliki kekuatan yang cukup besar teman. Dengan mengatakannya saja sudah membuat kejadian yang tidak menyenangkan dan membuat wajah merah padam menjadi bersemu merah muda (tentu tidak sesederhana itu, pren). Aku hanya ingin mengatakan bahwa ketika aku mengucapkan kata itu, tidak berarti aku memahami dan mengetahui bahwa di situasi yang sangat tidak menyenangkan ini ada hikmahnya. Namun aku hanya meyakini bahwa hikmah itu ada dan hanya karena ilmu pengetahuan ku yang masih dini aku masih belum mendapatkannya. Ketika aku mengucapkannya, yang aku tahu aku sedang berdamai dengan situasi yang sangat tidak nyaman dan mencoba membujuk pikiran ku untuk tidak terlalu berjalan ke arah kesesatan. Hanya dengan kata itu, harapan untuk kehidupan yang lebih baik pun bermunculan. Aku pernah mendengar seseorang mengatakan bahwa manusia itu bisa hidup beberapa hari tanpa makan dan minum (gak pecaya, di coba aja ), tetapi manusia akan langsung mati dalam sedetik jika tidak punya harapan. Bagiku, dengan mengucapkan kata itu harapan pun bermunculan di hadapanku. Harapan bahwa esok akan lebih baik, harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan jika aku bersalah dalam situasi ini, maka aku berharap dapat memperbaiki di kemudian hari serta harapan bahwa dengan mengambil hikmahnya dapat memudahkanku untuk mengerti kehidupan.

Kalian tahu teman, kehidupan terlalu sempit jika selalu diisi dengan keluh kesah, protes terhadap nasib yang tidak adil, melihat masalah hanya dari satu sisi saja, dan berbagai macam protes lainnya. Menurut aku hidup yang singkat ini akan lebih baik jika diisi dengan hal-hal yang bermakna, yang membuat harapan positif tetap bermunculan dalam sudut hati. Hidup juga lebih nyaman ketika kita bisa berdamai dengan perasaan kita. Sialnya kata itu hanya bisa membuat kita merasa lebih baik dan menahan kita sejenak dari perasaan yang tidak menyenangkan. Kata tersebut bukanlah kata keramat yang jika kita mengatakannya maka kita akan bisa lebih awet muda atau lebih dewasa atau masalah pun bisa selesai. Kata itu juga tidak membuat kita cepat kaya dengan mengucapkannya sebanyak yang kita mau (dicoba kalo gka pecaya). Hanya membuat kita bisa berdamai dengan perasaan dan membuat pikiran menjadi lebih jernih.

Aah, lagi-lagi ini hanya pemahaman ku mengenai kata tersebut. Tentu definisinya tidak sesederhana yang ku jelaskan, bisa saja lebih sederhana lagi atau bahkan bisa lebih rumit. Aku hanya mencoba melihatnya dari sudut pandang yang berbeda dan mengartikannya dengan arti yang berbeda pula. Lagi-lagi hanya bisa berspekulasi mengenai mana yang paling tepat. Akhir tulisan ini, aku ingin sedikit mengutip kalimat dari sebuah novel favoritku :
Bagiku waktu selalu pagi.
Ketika janji-janji baru muncul
seiring embun menggelayut di ujung dedaunan
Ketika harapan-harapan baru merekah
bersama kabut yang mengambang di persawahan
hingga nun jauh di kaki pegunungan
(Senja Bersama Rosie)

Selasa, 10 April 2012

coretan tidak jelas arah

Kali ini aku menulis hanya bermodalkan keinginan ku yang mengebu-gebu untuk menggambarkan perasaan yang sebenarnya tidak jelas apakah ini bahagia yang terlalu atau apalah itu namanya. Tidak pandai aku merangkaikannya lagi karna aku bukanlah remaja tanggung yang akan menuliskan sajak –sajak hanya untuk menggambarkan apa yang ia rasakan.

Mungkin hari ini adalah hari yang penuh kejutan. Hari dimana aku tidak mengerti sama sekali kenapa di saat aku mati-matian menghapal semua ramuan sukses ujian, justru soal yang keluar bisa di jawab jika tidak belajar (bukan aku yang mengatakannya tetapi kawanku, walaupun aku sedikit mengakuinya, ingat SEDIKIT). Begitu juga sebaliknya ketika aku tidak belajar sama sekali bahkan aku sibuk menghabiskan satu novel dari penulis favoritku justru soal yang keluar sungguh luar binasa, hingga ‘ilham’ pun tidak kunjung turun di detik terakhir ujian. Ya..benar, hari ini aku melalui 2 ujian yang sungguh menguras otak dan membuat tangan keram menjawabnya.

Tidak hanya berhenti disitu teman, selesai mengurus soal-soal ujian itu, aku pun memutuskan untuk mengisi perut yang sudah kosong sejak semalam (semoga ibunda tidak membacanya) dan bergabung dengan teman. Kami pun membahas bahan presentasi midterm besok dan hanya butuh satu minggu untuk menyelesaikan. Tentu hal ini bukan karena kami sangat rajin , tetapi karna memang segitulah batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikannya. Cukup menguras otak mendiskusikan bahan “yang mulia” tersebut hingga akhirnya kami putuskan bertanya dengan seorang dosen. Bagaimana tidak, kami sudah berkali-kali mengantukkan kepala ke dinding, mengelengkannya, memukul meja namun kesepakatan tidak pernah bulat (tentu kalian tidak percaya kalimat ini, bukan? hahaha).

Dan saudara-saudara sekalian, tidak disitu saja kejadian hari ini berakhir, masih ada satu kejadian lagi yang membuat hari ini sempurna mengubah ‘mood terbaikku’. Itulah evaluasi laporan yang tiba-tiba saja dilakukan tanpa persetujuan kami. Bagi mereka yang kuliah satu mungkin hal ini biasa, tapi bagi ku dan teman senasibku yang kuliah dua, ini bagaikan sumbu kompor yang di sulut apinya. Kami pun berusaha memperjuangkan nasib kami walaupun tidak sampai mencetak spanduk dan mengajak massa untuk mengamuk bersama. Alhasil, nihil saudara-saudara. Asisten tetap KEKEUH kami harus mengikuti evaluasi “yang mulia itu”. Aku pun hanya bisa menggurutu dalam hati, memasang muka ‘manis’ (tak rela menyebutnya masam).

Selesai dengan semua itu, aku pun pulang dan tiba dengan selamat di kamar yang tak seberapa ini. Hanya menatap layar 4 segi dan sedikit melepas lelah dengan membaca berita tidak penting yang membuatku lupa hal terpenting hari ini. KIRIMAN DARI KAMPUNGKU!

Aku pun langsung menghubungi teman sebelah kamarku, karna kebetulan kiriman itu dititip padanya. Dan ternyata aku harus menunggu satu jam lagi, teman ku sedang berada di luar daerah tempat tinggal kosku (sedikit mendramatisir). Tak lama kemudian, pintu kamar di ketok dan barang yang ditunggu datang. Tak lupa mengucapkan terima kasih dan aku pun membukanya. Ternyata, memang benar lagu yang sering ku nyanyikan ketika aku kecil ‘kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa…’ padahal hanya satu hal yang aku pesan, tapi sekardus yang aku terima. Ketika sedang mengeluarkan barang dan merapikan kardus, tampak tulisan yang aku kenali, yaa siapa lagi kalau bukan adikku, tertulis disana ‘oleh-oleh untuk kak nyanyak’. Dan entah sejak kapan barang yang di buat di rumah bisa menjadi oleh-oleh seolah-olah itu buah tangan dari tamasya. Hanya segaris senyuman selebar 2 cm kiri dan kanan yang muncul di wajah dan ini cukup menghapus semua kekesalan dan ketidakpahamanku tentang kejadian hari ini.

Kalian tahu teman, apa yang paling di rindukan oleh anak-anak rantauan seperti kami ini,
“Kiriman dari orang tua tentu bukan dalam hal financial, tetapi lebih kepada materi yang tidak sengaja kami minta karena menahan kerinduan untuk pulang ke rumah. Dari itu semua, tentu ada yang lebih penting lagi, yaitu kunjungan orang tua. Sekalipun ketika mereka pamit untuk pulang, ada keinginan dalam hati untuk minta ikut pulang bersama.”


Setidaknya hari ini ada yang membuatku paham mengenai makna dari kerinduan dan harapan itu sendiri. Yang pasti tidak sesederhana seperti kirim-mengirim barang dan kunjungan orang tua. Tetapi lebih dari itu. Hanya saja inilah kerinduan dan harapan yang aku definisikan dari sudut pandang yang berbeda dan dari permasalahan yang sangat sederhana menurutku.

Aaaahhh..mungkin ini pun masih ada kekurangannya, bukan karena perasaanku yang salah tetapi mungkin karena ilmu penyampaian dan pemahamanku yang masih sempit.